Suharto, dan Irma Wati Fauzi, dua tersangka Kasus dugaan penyimpangan kredit fiktif di Perusahaan Daerah (PD) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tampaknya tak betah dengan pengapnya ruang tahanan Lapas Bojonegoro.

Melalui penasihat hukumnya, dua tersangka mengajukan penanggungan penahanan yang dikirim ke penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro Jumat (7/6).

Nursamsi, Penasihat Hukum (PH) tersangka Suharto mengatakan, kliennya langsung mengajukan penangguhan penahanan, sehari setelah ditetapkan tersangka pada Kamis (6/6) lalu.

Berdasarkan pengakuan kliennya, tersangka Suharto merasa heran atas penetapan tersangka ‘’Permohonan penangguhan penahanan sudah saya sampaikan ke kejaksaan atas nama Suharto,’’ ungkapnya Jumat (7/6).

Nursamsi menambahkan, alasan lain pengajuan penangguhan, yakni pada saat pengajuan kredit yang diduga fiktif itu, tersangka Suharto mempunyai jaminan bahkan sempat mengangsur dengan total angsuran mencapai Rp 94 juta dari total angsuran Rp 650 juta. ‘’Beliau (tersangka Suharto) enggan ditetapkan sebagai tersangka, karena memang nasabah dan murni debitur,’’ terangnya.

Sementara itu, Mustain, PH tersangka Irma Wati Fauzi menyampaikan, telah melakukan pengajuan penangguhan penahanan kemarin (7/6). ‘’Kami mengajukan permohonan penangguhan penahanan, karena selama ini klien kami kooperatif dan tidak pernah mempersulit proses penyidikan,” bebernya.

Pihaknya juga merasa kaget, sebab permasalahan tersebut merupakan utang piutang, dan tak seharusnya masuk ranah pidana khusus (pidsus). ‘’Akan kita buktikan di pengadilan, apakah itu perbuatan pidana atau murni wanprestasi,” imbuh Mustain.

Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Bojonegoro Aditya Sulaeman menyampaikan, sebelum penetapan tersangka, pihaknya sudah melakukan penyidikan sejak 2022 lalu.

Menurutnya, Suharto sebagai rekanan PLN yang bekerja di PT MKCM, melakukan pinjaman namun tidak dilakukan pembayaran oleh tersangka (Suharto).

‘’Modus-modus pencairan itu dibantu oleh tersangka yang bekerja di bank tersebut (Irma Wati Fauzi),” bebernya.

Aditya menambahkan, dari persoalan tersebut hingga menimbulkan kerugian uang negara sekitar Rp 600 juta. Bahkan, pihaknya tak menutup kemungkinan adanya tersangka lain. (dan/msu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *